Senin, 05 Juli 2010

Untitled

My envy looking at the stars and the moon
My envy is not because the light
And not because of its beauty
My jealous because there is something
Something that is not in my life
Because that's just my envy
Why are they both
Can shine with every night?
While my life can not be together
Together with him,
My always suffered when she smiles
Smiling is not karna deritaku
But smiling with the other
Why I can not live with him?
Is this my fault or his fault?
I do not understand what he wants
Until I gave up my life
to please herself
But this heart is piluh
When the soul happy
Happiness is not karnaku
But happy because the other
Sacrifice my love is like
No thought was there before him
Why I can live this life?
Do I have to give that up?
I'm afraid of losing him
To turn to other
And suffering is in the heart

Tentang Burung

Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Fosil tertua burung ditemukan di Jerman dan dikenal sebagai Archaeopteryx.

Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari burung kolibri yang kecil mungil hingga burung unta, yang lebih tinggi dari orang. Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 – 10.200 spesies burung di seluruh dunia; sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia. Berbagai jenis burung ini secara ilmiah digolongkan ke dalam kelas Aves.
Evolusi dan Morfologi

Meskipun burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama kerabatnya terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk kelompok hewan yang disebut Archosauria.

Diperkirakan burung berkembang dari sejenis reptil di masa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya, sayap primitif yang merupakan perkembangan dari cakar depan itu belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh terbang, dan hanya membantunya untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang lebih rendah.

Burung masa kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga terspesialisasi untuk terbang jauh, dengan perkecualian pada beberapa jenis yang primitif. Bulu-bulunya, terutama di sayap, telah tumbuh semakin lebar, ringan, kuat dan bersusun rapat. Bulu-bulu ini juga bersusun demikian rupa sehingga mampu menolak air, dan memelihara tubuh burung tetap hangat di tengah udara dingin. Tulang belulangnya menjadi semakin ringan karena adanya rongga-rongga udara di dalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh. Tulang dadanya tumbuh membesar dan memipih, sebagai tempat perlekatan otot-otot terbang yang kuat. Gigi-giginya menghilang, digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk.

Kesemuanya itu menjadikan burung menjadi lebih mudah dan lebih pandai terbang, dan mampu mengunjungi berbagai macam habitat di muka bumi. Ratusan jenis burung dapat ditemukan di hutan-hutan tropis, mereka menghuni hutan-hutan ini dari tepi pantai hingga ke puncak-puncak pegunungan. Burung juga ditemukan di rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perkotaan, dan wilayah kutub. Masing-masing jenis beradaptasi dengan lingkungan hidup dan makanan utamanya.

Maka dikenal berbagai jenis burung yang berbeda-beda warna dan bentuknya. Ada yang warnanya cerah cemerlang atau hitam legam, yang hijau daun, coklat gelap atau burik untuk menyamar, dan lain-lain. Ada yang memiliki paruh kuat untuk menyobek daging (Elang), mengerkah biji buah yang keras (Burung manyar), runcing untuk menombak ikan (Burung Kormoran), pipih untuk menyaring lumpur (Bebek), lebar untuk menangkap serangga terbang (Burung kacamata biasa), atau kecil panjang untuk mengisap nektar (‘Ō‘ō Kaua‘i). Ada yang memiliki cakar tajam untuk mencengkeram mangsa, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan serasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek perut musuhnya.
Evolusi dan Morfologi

Meskipun burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama kerabatnya terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk kelompok hewan yang disebut Archosauria.

Diperkirakan burung berkembang dari sejenis reptil di masa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya, sayap primitif yang merupakan perkembangan dari cakar depan itu belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh terbang, dan hanya membantunya untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang lebih rendah.

Burung masa kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga terspesialisasi untuk terbang jauh, dengan perkecualian pada beberapa jenis yang primitif. Bulu-bulunya, terutama di sayap, telah tumbuh semakin lebar, ringan, kuat dan bersusun rapat. Bulu-bulu ini juga bersusun demikian rupa sehingga mampu menolak air, dan memelihara tubuh burung tetap hangat di tengah udara dingin. Tulang belulangnya menjadi semakin ringan karena adanya rongga-rongga udara di dalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh. Tulang dadanya tumbuh membesar dan memipih, sebagai tempat perlekatan otot-otot terbang yang kuat. Gigi-giginya menghilang, digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk.

Kesemuanya itu menjadikan burung menjadi lebih mudah dan lebih pandai terbang, dan mampu mengunjungi berbagai macam habitat di muka bumi. Ratusan jenis burung dapat ditemukan di hutan-hutan tropis, mereka menghuni hutan-hutan ini dari tepi pantai hingga ke puncak-puncak pegunungan. Burung juga ditemukan di rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perkotaan, dan wilayah kutub. Masing-masing jenis beradaptasi dengan lingkungan hidup dan makanan utamanya.

Maka dikenal berbagai jenis burung yang berbeda-beda warna dan bentuknya. Ada yang warnanya cerah cemerlang atau hitam legam, yang hijau daun, coklat gelap atau burik untuk menyamar, dan lain-lain. Ada yang memiliki paruh kuat untuk menyobek daging (Elang), mengerkah biji buah yang keras (Burung manyar), runcing untuk menombak ikan (Burung Kormoran), pipih untuk menyaring lumpur (Bebek), lebar untuk menangkap serangga terbang (Burung kacamata biasa), atau kecil panjang untuk mengisap nektar (‘Ō‘ō Kaua‘i). Ada yang memiliki cakar tajam untuk mencengkeram mangsa, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan serasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek perut musuhnya.

Hipopocampus

Kuda laut merupakan salah satu jenis hewan yang sangat sulit dipelihara dalam aquarium. Hewan ini termasuk jenis ikan dan bernafas dengan insang. Biasanya hidup di sekitar ganggang dan tumbuhan laut lainnya. Ukuran hewan ini sangatlah bervariasi antara 3 – 28 cm. Hewan ini tidaklah seagresif ikan, sehingga ia selalu kalah bersaing dalam memperebutkan makanan di aquarium kita. Selain itu yang menyebabkan rawannya kuda laut untuk dipelihara adalah perubahan kondisi aquarium kita yang sangat tipis dapat menyebabkan kuda laut mati.
Cara berenang kuda laut juga dipengaruhi system yang sangat khusus. Kuda laut bergerak naik turun didalam air dengan cara mengubah isi udara dalam kantung renangnya. Jika kantung renang ini rusak dan kehilangan sedikit udara, kuda laut akan tenggelam kedasar dan akhirnya mati .

Tentang Kuda Nil

Kuda Nil
hippopotamus (Hippopotamus amphibius) atau hippo (bahasa Yunani: ἱπποπόταμος, hippopotamos, dari ἵππος, hippos, "kuda", dan ποταμός, potamos, "sungai") adalah mamalia dari keluarga Hippopotamidae yang berukuran besar. Berasal dari benua Afrika.
Rupa

Kuda Nil memiliki tubuh yang besar dan berat, serta kulit kelabu gelap. Mereka juga memiliki gading besar yang biasa mereka gunakan untuk mempertahankan diri dari predator.
Habitat

Kuda Nil tinggal di Afrika. Mereka tinggal di dan dekat air tawar, seperti danau dan sungai
Kehidupan

Kuda Nil adalah hewan herbivora.

Mereka tinggal berkelompok, dan terkadang 30 kuda Nil akan tinggal di tempat yang sama. Mereka tidur di lumpur dan air, namun di malam hari mereka keluar untuk makan rumput.

Berternak Ikan Cupang

Pendahuluan

Keindahan tubuh dan ciri-ciri yang spesifik yang dimiliki oleh setiap ikan hias serta nilai ekonomis, adalah faktor utama yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan hias. Salah satu jenis ikan yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah ikan cupang hias.

Untuk membudiayakan atau mengembangkan ikan cupang hias tidaklah memerlukan lahan yang luas, cukup menyediakan areal sekitar 5 meter persegi. Di Wilayah Jakarta Pusat budidaya ikan cupang ada yang dilakukan diatas dak rumah dan dipekarangan yang relatif sempit, dengan menggunakan wadah bekas ataupun kolam bak semen atau akuarium. Ikan ini relatif mudah dipelihara dan dibudidayakan, karena tidak memerlukan pakan khusus. Pakan ikan untuk benih biasanya digunakan pakan alami berupa kutu air atau daphnia sp. yang dapat ditemukan di selokan yang airnya tergenang. Untuk induk cupang digunakan pakan dari jentik-jentik nyamuk (cuk). Untuk pertumbuhan anak ikan bisa diberi kutu air dan diselingi dengan cacing rambut, akan lebih mempercepat pertumbuhan anak ikan.

Wadah Budidaya

Pada umumnya wadah pemeliharaannya adalah bak semen atau akuarium yang ukurannya tidak perlu besar yaitu cukup 1 x 2 m atau akuarium 100 x 40 x 50 cm, sedang wadah perkawinannya lebih kecil dari wadah pembesaran, yang bisa digunakan antara lain : baskom, akuarium kecil atau ember dapat dipakai untuk memijahkan ikan.

Ciri-ciri khusus

Ciri-ciri khas yang dimiliki oleh ikan cupang hias jantan adalah selain warnanya yang indah, siripnya pun panjang dan menyerupai sisir serit, sehingga sering disebut cupang serit. Sedangkan ikan betina warnanya tidak menarik (kusam) dan bentuk siripnya lebih pendek dari ikan jantan.
Ciri ikan jantan untuk dipijahkan :

Umur ± 4 bulan
Bentuk badan dan siripnya panjang dan berwarna indah.
Gerakannya agresif dan lincah.
Kondisi badan sehat (tidak terjangkit penyakit).

Ciri-ciri ikan betina :

Umur telah mencapai +- 4 bulan
Bentuk badan membulat menandakan siap kawin.
Gerakannya lambat.
Sirip pendek dan warnanya tidak menarik.
kondisi badan sehat.

Pemijahan dan perawatan ikan

Setelah induk cupang hias dipersiapkan begitu pula dengan wadahnya maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemijahan :

1. Persiapkan wadah baskom/akuarium kecil dan bersih.
2. Isi wadah dengan air bersih dengan ketinggian 15 - 30 Cm.
3. Masukkan induk ikan cupang jantan lebih dahulu selama 1 hari.
4. Tutup wadah dengan penutup wadah apa saja.
5. Sehari kemudian (sore hari) induk betina telah matang telur dimasukan ke dalam wadah pemijahan.
6. Biasanya pada pagi harinya ikan sudah bertelur dan menempel disarang berupa busa yang dipersiapkan oleh induk jantan.
7. Induk betina segera dipindahkan dan jantannya dibiarkan untuk merawat telur sampai menetas.

Pembesaran anak

1. Ketika burayak ikan cupang sudah dapat brenang dan sudah habis kuning telurnya, sudah harus disiapkan media yang lebih besar untuk tempat pembesaran.
2. Pindahkan anakan bersama induk jantannya.
3. Kemudian benih ikan diberi makanan kutu air dan wadah ditutup.
4. Sepuluh hari kemudian anak ikan dipindahkan ke tempat lain.
5. Dan selanjutnya setiap satu minggu, ikan dipindahkan ke tempat lain untuk lebih cepat tumbuh.

Pasca Panen
Pasca panen yaitu setelah ikan cupang hias mencapai 1 bulan sudah dapat dilakukan pemanenan sekaligus dapat diseleksi atau dipilih. Ikan yang berkwalitas baik dan cupang hasil seleksi dipisahkan dengan ditempatkan ke dalam botol-botol tersendiri agar dapat berkembang dengan baik serta menghindari perkelahian. Setelah usia 1,5 sampai 2 bulan cupang hias mulai terlihat keindahannya dan dapat dipasarkan.

Tentang Cupang Aduan

Cupang adu (Betta splendens) yang terkenal dengan nama dagang Siammese Fighting Fish berasal dari Sumatera, Jawa, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Ikan ini bersifat karnivora dan sangat agresif, terutama jantan, sehingga sering dijadikan ikan aduan. Satu sama lainnya akan saling menyerang bila dicampurkan.


Di pasaran cupang ada dua jenis, yaitu cupang adu dan cupang hias. Cupang hias yang juga disebut cupang slayer memiliki sirip yang panjang, tetapi sifatnya tidak agresif atau tenang- Sementara Cupang adu memiliki sirip yang pendek, tetapi sangat agresif.

Ukuran tubuh maksimal Cupang adu",hanya mencapai sekitar 6 cm. Warnanya sangat menarik dan bermacam-macam, di antaranya ialah biru, merah tua, kehijauan, dan albino atau putih Ikan ini dapat mengambil oksigen dari udara sehingga dalam pemeliharaan tidak membutuhkan aerasi.

Suhu optimal agak hangat, sekitar 28-30 derajat C. Keasaman airnya netral sekitar 6,8-7,0 dan kekerasan 9-10° dH'. Setiap, daerah asalnya mempunyai ciri tersendiri, terutama dalam bentuk tubuh. Misalnya, cupang dari Sumatera agak gemuk, sedangkan dari Singapura lebih kecil dan langsing.

Saat ini sangat banyak varietas baru di pasaran sebagai basil budi daya yang berpenampilan menarik. Hobiis menyilang-nyilangkan berbagai jenis sehingga muncul banyak jenis baru.
Misalnya, persilangan antara Betta spiendens dan Betta embelis menghasilkan jenis cupang adu yang konon sangat kuat.

Induk cupang adu jantan dan betina sangat mudah dibedakan.
cupang jantan memiliki warna tubuh yang jauh lebih menarik, sirip lebih panjang, dan tubuh lebih langsing daripada betina.

Induk cupang adu akan mulai memijah pada umur 5-6 bulan. Wadah pemijahannya dapat berupa akuarium, bak, atau stoples. pemijahannya terjadi dalam pasangan. Untuk pemijahan dalam bak, umumnya tiap pasang induk dibuatkan sekat-sekat dari kayu. Sesudah memijah, sekat-sekat dikeluarkan atau diangkat sehingga larva dari sejumlah pasangan dalam bak dapat dipelihara bersama.

pada saat pemijahan, induk jantan dimasukkan dahulu dalam wadah pemijahan. Bila jantan sudah membuat busa yang banyak, barulah induk betina matang telur atau siap memijah dicampurkan. Biasanya induk jantan akan menyerang betina. Kalau menjadi akur setelah beberapa menit diserang jantan maka pasangan induk tersebut sudah cocok. Namun, kalau jantan menyerang betina dengan ganas dan terus-menerus hingga lama, sebaiknya betinanya diganti.

Telur yang dikeluarkan induk betina akan dibuahi dan diambil induk jantan dengan mulutnya untuk disusun pada sarang busa. Setelah memijah, betina segera dipisahkan. Tanda sudah selesai memijah ialah betina menepi di pojok wadah pemijahan.

Telur yang sudah dibuahi akan menetas 2-3 hari kemudian. Walaupun telurnya sudah menetas, induk jantan tetap dibiarkan sampai tiga hari atau sampai busanya hilang. Bila busa sudah hilang, induk jantan dapat diambil karena larvanya sudah bebas berenang.

Setelah mulai berenang, larva dapat diberi pakan berupa infusoria, rotifera, atau kutu air saring. Tiga hingga empat hari kemudian, larva dapat diberi kutu air besar dan cacing. Selama perawatan larva ini dapat diberi aerasi kecil, terutama bila kepadatan larva tinggi. Menurut para pakar, labirin baru terbentuk setelah larva berumur 12 hari. Oleh karenanya, larva yang kecil belum bisa mengambil oksigen dari udara.


Pemeliharaan sampai dewasa dapat dilakukan di kolam yang diberi cukup tanaman air. Pakannya berupa kutu air dan jentik nyamuk. Pemberian cacing sutera dipercaya kurang memberikan warna pada ikan ini.

Pemeliharaan selanjutnya sesudah dewasa, terutama jantan, sebaiknya dilakukan satu per satu dalam botol agar fisiknya tetap bagus. Ini disebabkan ikan ini senang berkelahi sehingga siripnya
akan rusak. Ikan yang siripnya rusak tidak akan laku dijual. Namun, kalau terpaksa harus dipelihara bersama dalam jumlah banyak, tanaman air dalam wadah harus cukup rimbun agar kesempatan untuk beradu berkurang. Ukuran 1,5 cm atau berumur sekitar tiga bulan sudah dapat dijual.

Sebelum digunakan, sebaiknya air untuk pemeliharaan diendapkan selama dua hari. Agar diperoleh warna ikan yang mengkilat, air daun ketapang sangat bagus untuk digunakan. Air ini berwarna agak kekuningan. Sebanyak satu lembar daun ketapang kering sudah cukup untuk satu akuarium.

Bunglon Surai

Bunglon surai memiliki nama ilmiah Bronchocela jubata Duméril & Bibron, 1837. Dalam bahasa lain, dikenal dengan nama bunglon (Jkt., Jw.), londok atau lunduk (Sd.), atau green crested lizards (Ingg.). Nama lainnya dalam bahasa Inggris cukup menyesatkan: bloodsuckers, karena pada kenyataannya kadal ini tidak pernah menghisap darah.

Bunglon ini menyebar di pulau-pulau Jawa, Borneo, Bali, Singkep, Sulawesi, Karakelang, kepulauan Salibabu, dan Filipina.
Deskripsi tubuh

Bunglon kebun yang berukuran sedang, berekor panjang menjuntai. Panjang total hingga 550 mm, dan empat-perlimanya adalah ekor. Gerigi di tengkuk dan punggungnya lebih menyerupai surai ("jubata" artinya bersurai) daripada bentuk mahkota, tidak seperti kerabat dekatnya B. cristatella (crista: jambul, mahkota). Gerigi ini terdiri dari banyak sisik yang pipih panjang meruncing namun lunak serupa kulit.

Kepalanya bersegi-segi dan bersudut. Dagu dengan kantung lebar, bertulang lunak. Mata dikelilingi pelupuk yang cukup lebar, lentur, tersusun dari sisik-sisik berupa bintik-bintik halus yang indah.

Dorsal (sisi atas tubuh) berwarna hijau muda sampai hijau tua, yang bisa berubah menjadi coklat sampai kehitaman bila merasa terganggu. Sebuah bercak coklat kemerahan serupa karat terdapat di belakang mulut di bawah timpanum. Deretan bercak serupa itu, yang seringkali menyatu menjadi coretan-coretan, terdapat di bahu dan di sisi lateral bagian depan; semakin ke belakang semakin kabur warnanya.

Sisi ventral (sisi bawah tubuh) kekuningan sampai keputihan di dagu, leher, perut dan sisi bawah kaki. Telapak tangan dan kaki coklat kekuningan. Ekor di pangkal berwarna hijau belang-belang kebiruan, ke belakang makin kecoklatan kusam dengan belang-belang keputihan di ujungnya.

Sisik-sisik bunglon surai keras, kasar, berlunas kuat; ekornya terasa bersegi-segi. Perkecualiannya adalah sisik-sisik jambul, yang tidak berlunas dan agak lunak serupa kulit.